Ir. Soekarno
adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia
memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan
Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan
Indonesia bersama dengan Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno
dilahirkan di Blitar, 6 Juni 1901 dengan nama Kusno
Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo,
Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali.
Ketika masih kecil, karena sering sakit-sakitan, menurut kebiasaan orang Jawa
oleh orang tuanya namanya diganti menjadi Soekarno. Semasa hidupnya, beliau
mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati
mempunyai anak Guntur, Megawati,
Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu,
sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko
Nemoto mempunyai anak Kartika.
KEHIDUPAN
Ia bersekolah
pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto,
mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan
Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian
pada Juni
1911 Soekarno dipindahkan
ke Europeesche Lagere School (ELS). Pada tahun 1915, Soekarno telah
menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya,
Jawa Timur atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan
memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya,
Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam,
organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus
Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam
kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo
yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.
Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda
Jawa) pada 1918.
Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia"
yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat
H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang
ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan
teknik sipil
pada tahun
1921.
Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal
25 Mei
1926 dan pada Dies Natalis
ke-6
TH Bandung
tanggal
3 Juli
1926 dia diwisuda bersama
18 insinyur lainnya.
Prof.
Jacob Clay
selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan
"Terutama penting
peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang
Jawa".
Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain
itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.
Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman
Haji Sanusi yang merupakan
anggota
Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.
Disana ia banyak berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker,
yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
MASA
PERGERAKAN NASIONAL
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene
Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische
Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan
pada tahun 1927.Aktivitas
Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929 dan dipenjara di Penjara Banceuy. Pada tahun
1930 dipindahkan ke Sukamiskin dan
disidangkan, Dalam pembelaannya memunculkan pledoi yang fenomenal “Indonesia
Menggugat”, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku
lebih maju itu. Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah, Sehingga pada
Juli 1930 PNI pun dibubarkan.
Pada
bulan Juli 1932,
Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan
dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di
sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya
tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan
Islam bernama Ahmad Hasan. Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan
ke Provinsi Bengkulu. Soekarno baru kembali bebas
pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
MASA
PENJAJAHAN JEPANG
Pada masa
pemerintahan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh
Indonesia seperti Soekarno, Mohammad
Hatta, organisasi-organisasi dan lembaga lembaga seperti Jawa Hokokai,
Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur untuk menarik hati
penduduk Indonesia. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan
pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada
pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir
dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang
adalah fasis yang berbahaya.
Presiden
Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi
kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang
sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri. Ia aktif
dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan
Pancasila,
UUD 1945
dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke
Rengasdengklok.
Pada
tahun 1943, Perdana Menteri Jepang
Hideki Tojo
mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes
Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar
Hirohito.
Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia
tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang
terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap
keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh
Marsekal
Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat
Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah
urusan rakyat Indonesia sendiri. Namun keterlibatannya dalam badan-badan
organisasi bentukan
Jepang
membuat Soekarno dituduh oleh
Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus
romusha.
MASA
PERANG REVOLUSI
Soekarno bersama
tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi),
Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang
menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta
mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Terjadilah
Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus
1945; Soekarno dan Mohammad
Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan
Pembela Tanah Air Peta
Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni,
Wikana,
Singgih
serta Chairul Saleh.
Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman
kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum
tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu
kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah
Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni
dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan
suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum
muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI
menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus
1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19
September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah
peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan
pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada
saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison,
Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto
setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno.
Sempat
terjadi provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda)
yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10
November 1945 di Surabaya yang mengakibatkan gugurnya Brigadir
Jendral A.W.S Mallaby. Karena banyak provokasi di Jakarta
pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik
Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi
negara lainnya.
Kedudukan
Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala
pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama
revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double
executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir
sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya
maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945
tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap
negara yang lebih demokratis. Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat
revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting,
terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi
Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad
Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya
dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa
Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya
yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
MASA
KEMERDEKAAN
Setelah
Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden
Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik
Indonesia diserahkan kepada Mr
Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun
karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara
kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi
Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat
sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno.
Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi
pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi
dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan
lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni
perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet
seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem
multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak
jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer
yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober
1952 dan Peristiwa di
kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan
gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-
Afrika, masih
belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri,
menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk
mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan
Dasa Sila. Bandung dikenal
sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom
waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan
imperialisme
dan
kolonialisme,
ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah
peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan
konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden
Josip Broz
Tito (
Yugoslavia),
Gamal Abdel Nasser (
Mesir),
Mohammad Ali Jinnah (
Pakistan),
U Nu,
(
Birma)
dan
Jawaharlal Nehru (
India) ia mengadakan
Konferensi Asia Afrika yang membuahkan
Gerakan Non
Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang
memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami
konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan
masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini
pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno
bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
MASA KEJATUHAN
Situasi politik
Indonesia
menjadi tidak menentu setelah enam jenderal
dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya
dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh
terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia)
dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan
menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu
isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan
PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom
(Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membuabarkan PKI
kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima
bulan kemudian, dikeluarkanlah
Surat Perintah Sebelas Maret yang
ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada
Letnan
Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga
keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu
digunakan oleh
Soeharto
yang telah diangkat menjadi
Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan
menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua
Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP
MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai
pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden
berhalangan.
Soekarno
kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap
peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV
MPRS. Pidato tersebut
berjudul "
Nawaksara" dan dibacakan pada
22 Juni
1966. MPRS kemudian
meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato "Pelengkap
Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada
10 Januari
1967 namun kemudian
ditolak oleh MPRS pada
16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya
pada 20 Februari
1967 Soekarno
menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana
Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto
menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka
MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar
Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan
umum berikutnya.
SAKIT
HINGGA WAFAT
Kesehatan Soekarno
sudah mulai menurun sejak bulan
Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan
ginjal dan
pernah menjalani perawatan di
Wina,
Austria tahun
1961 dan
1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran
Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia
menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Pemeriksaan rutin terhadap
Soekarno dilakukan oleh Dokter
Mahar
Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan.
Detik-detik Kematian Sang Presiden
Jakarta, Selasa, 16 Juni 1970. Ruangan intensive care
RSPAD Gatot Subroto dipenuhi tentara sejak pagi. Serdadu berseragam dan
bersenjata lengkap bersiaga penuh di beberapa titik strategis rumah sakit
tersebut. Tak kalah banyaknya, petugas keamanan berpakaian preman juga hilir mudik
di koridor rumah sakit hingga pelataran parkir. Sedari pagi,
suasana mencekam sudah terasa. Kabar yang berhembus mengatakan, mantan Presiden
Soekarno akan dibawa ke rumah sakit ini dari rumah tahanannya di Wisma Yaso
yang hanya berjarak lima kilometer. Malam ini
desas-desus itu terbukti. Di dalam ruang perawatan yang sangat sederhana untuk
ukuran seorang mantan presiden, Soekarno.
Tergolek
lemah di pembaringan. Sudah beberapa hari ini kesehatannya sangat mundur. Sepanjang
hari, orang yang dulu pernah sangat berkuasa ini terus memejamkan mata. Suhu
tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak dirawat secara semestinya
kian menggerogoti kekuatan tubuhnya. Lelaki yang pernah amat jantan dan
berwibawa, dan sebab itu banyak digila-gilai perempuan seantero jagad, sekarang
tak ubahnya bagai sesosok mayat hidup. Tiada lagi wajah gantengnya. Kini wajah
yang dihiasi gigi gingsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun telah menyebar
ke mana-mana. Bukan hanya bengkak, tapi bolong-bolong bagaikan permukaan bulan.
Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan massa dengan pidato-pidatonya yang
sangat memukau, kini hanya terkatup rapat dan kering. Sebentar-sebentar
bibirnya gemetar. Menahan sakit. Kedua tangannya yang dahulu sanggup meninju
langit dan mencakar udara, kini tergolek lemas di sisi tubuhnya yang kian
kurus. Sang Putera Fajar tinggal menunggu waktu.
Dua
hari kemudian, Megawati, anak sulungnya dari Fatmawati diizinkan tentara untuk
mengunjungi ayahnya. Menyaksikan ayahnya yang tergolek lemah dan tidak mampu
membuka matanya, kedua mata Mega menitikkan airmata. Bibirnya secara perlahan
didekatkan ke telinga manusia yang paling dicintainya ini. “Pak, Pak, ini Ega…”
Senyap. Ayahnya tak bergerak kedua matanya juga tidak membuka namun kedua bibir
Soekarno yang telah pecah-pecah bergerak-gerak kecil, gemetar, seolah ingin
mengatakan sesuatu pada puteri sulungnya itu. Soekarno tampak mengetahui
kehadiran Megawati. Tapi dia tidak mampu membuka matanya. Tangan kanannya
bergetar seolah ingin menuliskan sesuatu untuk puteri sulungnya, tapi tubuhnya
terlampau lemah untuk sekadar menulis. Tangannya kembali terkulai. Soekarno
terdiam lagi.
Melihat kenyataan itu, perasaan Megawati amat terpukul. Air matanya yang sedari
tadi ditahan kini menitik jatuh. Kian deras. Perempuan muda itu menutupi
hidungnya dengan sapu tangan Tak kuat menerima kenyataan, Megawati menjauh dan
limbung. Mega segera dipapah keluar.
Jarum
jam terus bergerak di luar kamar, sepasukan tentara terus berjaga lengkap
dengan senjata. Malam harinya ketahanan tubuh seorang Soekarno ambrol. Dia coma
antara hidup dan mati. Tim dokter segera memberikan bantuan seperlunya.
Keesokan
hari, mantan Wakil Presiden Muhammad Hatta diizinkan mengunjungi kolega lamanya
ini. Hatta yang ditemani sekretarisnya menghampiri pembaringan Soekarno dengan
sangat hati-hati. Dengan segenap kekuatan yang berhasil dihimpunnya, Soekarno
berhasil membuka matanya. Menahan rasa sakit yang tak terperi, Soekarno berkata
lemah. “Hatta.., kau di sini..?” Yang disapa tidak bisa menyembunyikan
kesedihannya. Namun Hatta tidak mau kawannya ini mengetahui jika dirinya
bersedih. Dengan sekuat tenaga memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta
berusaha menjawab Soekarno dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur. “Ya,
bagaimana keadaanmu, No ?” Hatta menyapanya dengan sebutan yang digunakannya di
masa lalu. Tangannya memegang lembut tangan Soekarno. Panasnya menjalari
jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya
ini. Bibir Soekarno bergetar, tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya
dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika mereka masih
bersatu dalam Dwi Tunggal. “Hoe gaat het met jou…?” Bagaimana keadaanmu? Hatta
memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih memegang lengan Soekarno. Soekarno
kemudian terisak bagai anak kecil. Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan
seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak lagi mampu
mengendalikan perasaannya, pertahanannya bobol airmatanya juga tumpah. Hatta
ikut menangis kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling berpegangan
tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang
sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan Hatta juga tahu, betapa
kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya
bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani. “No…” Hanya itu yang bisa
terucap dari bibirnya Hatta tidak mampu mengucapkan lebih Bibirnya bergetar
menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya Bahunya terguncang-guncang. Jauh di
lubuk hatinya, Hatta sangat marah pada penguasa baru yang sampai hati menyiksa
bapak bangsa ini. Walau prinsip politik antara dirinya dengan Soekarno tidak
bersesuaian, namun hal itu sama sekali tidak merusak persabatannya yang
demikian erat dan tulus. Hatta masih memegang lengan Soekarno ketika kawannya
ini kembali memejamkan matanya. Jarum jam terus bergerak merambati angka demi
angka sisa waktu bagi Soekarno kian tipis. Sehari setelah pertemuan dengan
Hatta, kondisi Soekarno yang sudah buruk, terus merosot. Putera Sang Fajar itu
tidak mampu lagi membuka kedua matanya suhu badannya terus meninggi Soekarno
kini menggigil peluh membasahi bantal dan piyamanya.
Malamnya
Dewi Soekarno dan puterinya yang masih berusia tiga tahun, Karina hadir di
rumah sakit. Soekarno belum pernah sekali pun melihat anaknya.
Minggu
pagi, 21 Juni 1970 Dokter Mardjono, salah seorang anggota tim dokter
kepresidenan seperti biasa melakukan pemeriksaan rutin bersama dua orang
paramedis, Dokter Mardjono memeriksa kondisi pasien istimewanya ini. Sebagai
seorang dokter yang telah berpengalaman, Mardjono tahu waktunya tidak akan lama
lagi. Dengan sangat hati-hati dan penuh
hormat, dia memeriksa denyut nadi Soekarno dengan sisa kekuatan yang masih ada,
Soekarno menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan dokternya, Mardjono
merasakan panas yang demikian tinggi dari tangan yang amat lemah ini tiba-tiba
tangan yang panas itu terkulai detik itu juga Soekarno menghembuskan nafas
terakhirnya kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka, tubuhnya
tergolek tak bergerak lagi kini untuk selamanya. Situasi di sekitar ruangan sangat
sepi udara sesaat terasa berhenti mengalir suara burung yang biasa berkicau
tiada terdengar kehampaan sepersekian detik yang begitu mencekam sekaligus
menyedihkan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang
ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor
Jenderal Dr. (TNI AD)
Rubiono Kertopati.
Komunike medis
tersebut menyatakan hal sebagai berikut:
- Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni
1970
jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran
berangsur-angsur menurun.
- Tanggal 21 Juni
1970
jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada
jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
- Tim dokter secara terus-menerus
berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun
Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu
Tulis, Bogor,
namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa
Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres
RI No. 44 tahun 1970.
Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan
keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno
dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara. Pemerintah
kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari
Dunia
melepas salah seorang pembuat sejarah yang penuh kontroversi. Banyak orang
menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya namun semua sepakat, Soekarno
adalah seorang manusia yang tidak biasa yang belum tentu dilahirkan kembali
dalam waktu satu abad Manusia itu kini telah tiada.